Terapi Sel Punca, Harapan bagi ODHA

by : Nunik Triana
Sel punca berhasil membangkitkan sistem imunitas tubuh yang rusak akibat terinfeksi virus HIV.
Nunik Triana

nuniktriana@jurnas.com

HIV/AIDS masih menjadi momok bagi dunia. Antiretroviral (ARV) hingga kini digunakan sebagai obat yang efektif untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Namun, ke depan, kualitas dan harapan hidup mereka agaknya akan lebih baik lagi. Sebab, para ilmuwan kini sedang mengembangkan terapi sel punca (stem cell) untuk mengobati penyakit yang tidak bisa disembuhkan ini.

Dalam praktiknya, jika ARV digunakan untuk memperlambat virus agar tidak cepat berkembang biak, sel punca mempercepat replikasi sel-sel imunitas untuk meningkatkan kekebalan tubuh yang memungkinkan ODHA dapat hidup normal, meski tetap dengan virus HIV.

“Sel punca bukan untuk menyembuhkan HIV/AIDS. ODHA hanya bisa hidup normal meski tetap dengan virus,” kata Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Suharto, memaparkan tentang Pengobatan Sel Punca untuk Menanggulangi HIV/AIDS, di Jakarta, Kamis (30/4).

Dikatakan, sudah sejak 25 tahun terakhir para ilmuan di seluruh dunia coba menemukan obat yang efektif untuk mencegah kematian akibat AIDS. Obat penyembuh penyakit ini belum ditemukan. Namun, dalam perkembangan terbaru, sel punca ternyata berhasil membangkitkan sistem imunitas tubuh yang rusak akibat terinfeksi virus HIV.

Beberapa pengobatan untuk HIV/AIDS seperti ARV menurutnya hanya untuk memperlambat agar virus tidak cepat berkembang biak. “Masalahnya, obat-obatan tersebut mahal dan tidak mudah tersedia di semua negara. Karena itu, segera dilakukan upaya, baik dalam bidang farmasi maupun menggunakan teknik-teknik bioseluler untuk menanggulangi virus tersebut,” katanya.

Berdasarkan hasil ujicoba yang dilakukan para ilmuan di City of Hope Medical Centre di Duarte, Kalifornia, disimpulkan: terapi sel punca dapat digunakan untuk mencegah HIV/AIDS. Teknik yang telah ditemukan mengarah ke modifikasi genetik dari sebagian kecil sel punca pasien dengan gen yang menargetkan virus HIV sehingga memungkinkan mendapatkan kekebalan dalam sel dan mempercepat replikasi sel-sel imunitas.

Percobaan kepada lima pasien HIV menunjukkan adanya peningkatan kondisi pasien. Sel-sel punca dapat tumbuh dan menghasilkan sel-sel darah putih baru untuk melawan virus HIV. “Hasil percobaan di Amerika Serikat dan Nigeria, ODHA yang sudah dalam kondisi parah dapat mengalami perbaikan kualitas hidup setelah melakukan terapi sel punca,” katanya.

Bagaimana proses terapi sel punca pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS)? Suharto menjelaskan, dalam prosesnya, ODHA yang ingin melakukan terapi sel punca, pertama-tama menghilangkan pengaruh ARV yang sebelumnya mereka konsumsi untuk menekan perkembangbiakan virus. Setelah pengaruh ARV hilang, barulah sel punca dapat dimasukkan.

Jika semua proses berhasil baik, menurutnya, penderita dimungkinkan hidup normal selama kurang lebih lima tahun. Meski, dengan virus HIV. “Namun, jika kondisi ODHA menurun, maka perlu dilakukan pengobatan ARV lagi. Selanjutnya, dilakukan proses terapi sel punca lagi. Jadi, sel punca tidak ditransplantasikan sekali. Bisa berulang kali,” katanya. Meski memang, pengobatan ini belum populer karena menyerap biaya mahal.

Keberhasilan proses ini, kata Suharto, belum final. Menurutnya, sel punca untuk menanggulangi HIV/AIDS masih perlu diujicobakan lebih lanjut. Maka, para ilmuan pun berharap suatu hari nanti akan ditemukan metode transplantasi sel yang dapat melindungi kehidupan ODHA.

HIV/AIDS sendiri kini telah menjadi epidemi di Indonesia. Departemen Kesehatan membentangkan data, jika pada 2005 ada 5.321 kasus HIV/AIDS, maka akhir 2008 angka itu meningkat tajam menjadi 16.110 kasus. Bila pada 2005 kasus HIV/AIDS hanya ada di 16 provinsi, pada akhir 2008 angka penyakit perenggut nyawa ini sudah berjangkit di 32 provinsi dan 214 kabupaten/kota di Indonesia.

Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Iwan M Mulyono beberapa waktu lalu mengatakan, berdasarkan laporan, kasus HIV/AIDS sejak 1987-31 Desember 2008 meningkat signifikan. Setidaknya, sejak 2007 hingga akhir Desember 2008 tercatat, jumlah ODHA bertambah sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh lebih besar dibanding tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan.

Pada akhir 2008, HIV/AIDS sudah merenggut korban meninggal 3.362 orang (20,87 persen), sedangkan mereka yang hidup 12.748 orang (79,13 persen). Untuk proporsi berdasarkan jenis kelamin, hingga kini masih banyak diderita kaum laki-laki (74,9 persen) dibanding perempuan (24,6 persen). n

Kutipan:

ARV hanya untuk memperlambat agar virus tidak cepat berkembang biak.
Mengenal Sel Puncaby : Nunik Triana
SEJAK diteliti pada 1960-an, hingga kini stem sel atau sel punca tetap dipercaya sebagai salah satu obat mujarab untuk berbagai macam penyakit berat. Namun, sel punca bukan obat segala obat. Sejauh ini, sel punca hanya bisa digunakan untuk penyakit yang untuk penyembuhannya memerlukan proses regenerasi.

“Sel punca tidak bisa mengobati segala penyakit. Hanya untuk beberapa penyakit yang membutuhkan regenerasi,” kata Suharto, Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Penelitian tentang sel punca atau sel induk dimulai pada 1960-an oleh ilmuwan Kanada, Ernest A McCulloch dan James E Till. Dalam penelitian itu mereka yakin, sel induk potensial mampu mengubah keadaan penyakit manusia dengan cara memperbaiki jaringan atau organ tubuh tertentu.

Sel punca dapat didefinisikan sebagai sel yang belum berdiferensiasi dan potensial dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Kemampuan itu memungkinkan sel induk menjadi sistem perbaikan kondisi tubuh dengan menyediakan sel-sel baru selama organisme bersangkutan hidup.

Suharto mengatakan, sel punca dapat diambil dari tubuh pasien sendiri. Atau, dari jenis mamalia lain untuk kemudian diperbanyak dan disuntikkan kembali ke dalam tubuh penderita. Sel punca ini kemudian berkembang dan mengganti serta memulihkan sel yang rusak, seperti pada organ jantung, ginjal, hati, atau pankreas.

“The Magic Sel yang digunakan disebut CD 34 sel. Sel ini dapat mengubah dirinya menjadi bentuk sel matang. Ia memiliki kemampuan membelah diri yang berguna untuk memelihara jaringan di tubuh, misalnya: otot jantung, jaringan otak dan jaringan hati, sel ginjal, bahkan sel-sel otak,” katanya.

Dari mana sel punca dapat diperoleh? Menurut sebuah sumber dalam situs http://www.stemcells.nih.gov, transplantasi sel induk dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: transplantasi sel induk dari sumsum tulang, transplantasi sel induk darah tepi, dan transplantasi sel induk darah tali pusat.

Transplantasi sel induk dari sumsum tulang diambil dari jaringan spons yang terdapat pada tulang-tulang besar seperti: tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung, dan tulang rusuk. Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya sel induk hematopoietik.

Sejak dilakukan pertama kali kira-kira 30 tahun lalu, transplantasi sumsum tulang digunakan sebagai bagian dari pengobatan leukemia, limfoma jenis tertentu, dan anemia aplastik. Untuk transplantasi sel punca darah tepi diambil dari darah. Namun, beda dengan sumsum tulang belakang, jumlah sel punca darah tepi tidak terlalu banyak.

Sedangkan transplantasi sel induk darah tali pusat diambil dari darah plasenta manusia. Bahkan, pada 1970-an, para peneliti menemukan, darah plasenta manusia mengandung sel induk yang sama dengan sel induk dalam sumsum tulang.

Karena sel induk dari sumsum tulang berhasil mengobati pasien-pasien dengan penyakit-penyakit kelainan darah yang mengancam jiwa seperti: leukemia dan gangguan-gangguan sistem kekebalan tubuh, maka para peneliti percaya, mereka juga dapat menggunakan sel induk dari darah tali pusat untuk menyelamatkan jiwa pasien. Alasan, darah tali pusat mengandung sejumlah sel induk dan memiliki keunggulan di atas transplantasi sel induk dari sumsum tulang atau dari darah tepi bagi pasien-pasien tertentu.

Namun, menurut Suharto, pengobatan melalui sel punca masih tergolong mahal. Dikatakan, di RS Pondok Indah, salah satu rumah sakit yang menyediakan pelayanan transplantasi sel punca, pasien dewasa harus merogoh kocek sebesar 17.500 euro. Sedangkan untuk anak-anak 7500 euro.

“Namun, keberhasilan terapi ini tinggi. Jika menggunakan transplantasi biasa, tingkat penolakan tubuh akan tinggi karena ia benda asing di dalam tubuh. Karenanya kita butuh imunosupressan. Untuk transplantasi sel punca tidak perlu,” kata Suharto. n Nunik
AIDS

Sindrom kumpulan berbagai gejala dan infeksi akibat kerusakan spesifik sistem kekebalan tubuh karena infeksi virus HIV pada manusia dan virus yang mirip pada spesies lain (SIV, FIV, dan sebagainya). AIDS merupakan akronim dari Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome atau sindrom defisiensi imun dapatan.

HIV

Virus penyebab AIDS. HIV singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, virus defisiensi imun manusia atau virus penurun kekebalan manusia.

CD4

Salah satu jenis sel darah putih, bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. HIV dapat membunuh sel CD4. Jika jumlah CD4 berkurang, sistem kekebalan tubuh terlalu lemah untuk melawan infeksi. Jumlah normal CD4 adalah 500-1.500 lebih.

Infeksi

Kolonisasi spesies asing terhadap organisme inang, dan membahayakan inang. Organisme penginfeksi, atau patogen, menggunakan sarana yang dimiliki inang untuk dapat memperbanyak diri dan akhirnya merugikan inang. Patogen mengganggu fungsi normal inang dan dapat berakibat luka kronis, gangrene, kehilangan organ tubuh, bahkan kematian.

Antiretroviral (ARV)

Obat yang digunakan untuk merawat infeksi oleh retroviruses penyebab HIV.

Fakta

SEBANYAK 539.000 orang dengan HIV/AIDS (ODHA) terinfeksi TB setiap tahun. Dari jumlah tersebut, 101.000 ODHA meninggal dunia.

Sumber: Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Tentang farrasbiyan

Hangudi Paseduluran Lumantar Blog
Pos ini dipublikasikan di Kesehatan. Tandai permalink.

Satu Balasan ke Terapi Sel Punca, Harapan bagi ODHA

Tinggalkan komentar